Rabu, 09 Juni 2010

SISTEM PENGENDALIAN BANJIR DI JABOTABEK

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia hidup di dalam suatu lingkungan yang beraneka ragam, antara komponen satu dengan komponen lainnya di dalam lingkungan dan manusia itu sendiri terjalin hubungan yang komplek satu dengan yang lain yang membentuk sumberdaya yang berupa sistem makanan dan pernapasan. Hubungan timbal balik tersebut senantiasa mengarah kepada bentuk keseimbangan yang disebut keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem harus terjaga, apabila didalam lingkungan manusia terjadi sesuatu yang mengancam eksistensi manusia yang disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri, maka terjadilah apa yang dinamakan pencemaran lingkungan hidup. Salah satu pencemaran lingkungan hidup adalah banjir, dimana banjir timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari aktivitas manusia (karena pembuangan sampah ke sungai atau karena penebangan hutan yang tidak terkontrol atau pemanfaatan tata ruang yang salah).

Dalam hukum ekologi, setiap gangguan keseimbangan ekosistem akan selalu mengarah kepada proses keseimbangan kembali. Lingkungan manusia akan selalu melakukan tindakan penyesuaian yang dinamakan adaptasi, apabila banjir terjadi dalam kondisi yang lama maka masyarakat akan terbiasa dalam suasana banjir, daya tahan masyarakat menjadi bertambah, ketrampilan menjadi meningkat dalam suasana banjir air tersebut, bahkan mungkin dengan lamanya banjir masyarakat dapat mengelola lingkungannya dengan baik dan dapat memperoleh sumber penghidupan baru untuk kebutuhan sehari-hari (pengojek motor berubah status menjadi tukang perahu, petani sawah menjadi petani keramba ikan dll). Masyarakat yang tidak tahan banjir akan berpindah tempat pada suatu lingkungan baru yang tidak banjir, tetapi problema utama banjir adalah bahwa banjir itu pada umumnya tidak permanen. Banjir itu datangnya tidak terduga dan surutnyapun juga sering tidak bisa diramalkan oleh masyarakat sehingga terjadi ketidakseimbangan lingkungan.

Banjir merupakan permasalahan yang kompleks, dimana unitnya adalah keragaman. Oleh karena itu, keragaman yang begitu besar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Dalam hal ini, teori sistem mempernyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin, dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil (Gigh, 1993; Carnavayal,1992) di dalam Eriyatno (1999).

Setiap kali terjadi banjir di Jakarta sering terdengar ungkapan banjir itu kiriman dari Bogor. Tudingan itu muncul karena hampir semua sungai yang bermuara di Jakarta berhulu diwilayah kabupaten Bogor. Daerah aliran sungai yang berasal dari Bogor adalah DAS Ciliwung, DAS Cakung, DAS Angke, DAS Sunter, DAS Kalibaru dan DAS Krukut. Banjir yang terjadi di Jakarta tidak hanya karena aliran air dari Bogor dimana banjir kiriman berarti hujan hanya terjadi di daerah Bogor, kenyataannya hujan juga terjadi di Jakarta, ditambah dengan pasang laut. DAS hulu Ciliwung berbentuk seperti corong yang terdiri dari berbagai anak sungai dan menyempit di bendungan utama Ciliwung di Katulampa. Seandainya banjir itu limpahan dari hulu, tentu kota Bogor akan banjir terlebih dahulu.

Banjir yang terjadi di Jabotabek merupakan masalah yang harus segera ditangani agar akibat yang ditimbulkannnya tidak banyak merusak dan merugikan masyarakat sekitarnya, mengingat Jakarta merupakan Ibukota negara yang merupakan citra negara dan barometer ekonomi. Usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadinya banjir harus segera dilakukan.

1.2 Tujuan Sistem Pengendalian Banjir di Jabotabek

Tujuan penulisan malakah ini adalah :
1. Menyusun sistem pengendalian banjir di Jabotabek.
2. Menganalisis strategi sistem pengendalian banjir dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

1.3 Ruang Lingkup Sistem Pengendalian Banjir di Jabotabek

Aplikasi sistem disesuaikan dengan keterbatasan tenaga, waktu dan biaya dimana tidak setiap persoalan manajemen diselesaikan dengan pendekatan sistem. Pembatasan ruang lingkung sering sekali digunakan untuk mendapatkan pengkajian yang effisien dan operasional (Eriyatno, 1999).

Dalam pembatasan ruang lingkup maka langkah yang dapat ditempuh untuk meminimasi pengaruh dan output yang tidak dikehendaki maka diperlukan kerangka berfikir kesisteman untuk pengendalian banjir secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam pembuatan makalah ini disusun pengendalian banjir secara sistematis sebagai suatu sistem yang terpadu.

Ruang lingkup sistem pengendalian banjir di Jabotabek adalah faktor yang berkaitan dengan penyebab terjadinya banjir yang meliputi perilaku manusia antara lain kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, kesalahan tata wilayah, kesalahan pembangunan sarana dan prasarana, erosi yang menyebabkan pengendapan dan pendangkalan sungai.

II. ANALISIS SISTEM

2.1 Analisis Kebutuhan

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem (Eriyatno, 1999). Dalam melakukan analisa kebutuhan dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Hal ini perlu dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang utamanya yang terlibat dalam sistem. Dalam makalah ini pelaku yang terlibat dalam sistem pengendalian banjir dengan kebutuhan yang berbeda-beda.

2.2 Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan pembahasan permasalahan yang dihadapi berdasarkan beberapa kriteria yang kemudian dievaluasikan. Eriyatno (1989) menyatakan bahwa formulasi permasalahan didasarkan pada penentuan informasi yang terperinci yang dihasilkan selama identifikasi sistem. Bila mungkin hal tersebut dikembangkan menjadi suatu pernyataan tentang bagaimana sistem harus bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan dimana jumlah output yang spesifik dapat ditentukan, serta kriteria jalannya sistem yang spesifik agar mencapai suatu optimasi.

2.3 Identifikasi Sistem

Sistem pengendalian banjir Jabotabek merupakan kegiatan untuk meminimalkan terjadinya banjir dan perbaikan kualitas lingkungan di wilayah Jabotabek, berdasarkan diagram lingkar sebab akibat pengendalian banjir di Jabotabek dapat dilakukan dengan tiga kegiatan utama yaitu :

  1. Teknologi pengendalian banjir yang meliputi pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding, dan pengerasan penampang sungai. Sungaisungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini juga mengalami hal serupa. Intinya adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnya dikuras ke hilir, tanpa memperhitungkan banjir yang akan terjadi di hilir. Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Jika penampang sungai di tempat tersebut tidak mencukupi maka akan terjadi peluapan ke bagian bantaran. Jika bantaran sungai tidak cukup, bahkan mungkin telah penuh dengan rumah-rumah penduduk, maka akan terjadi penggelembungan atau pelebaran aliran. Akibatnya areal banjir semakin melebar atau bahkan alirannya berpindah arah. Pelurusan dan sudetan sungai pada hakikatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya. Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakikatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru di tempat lain di bagian hilirnya.
  2. Perencanaan tata ruang merupakan prespektif menuju keadaan pada masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai, serta memeperhatikan keragaman wawasan kegiatan setiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis ; ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
    seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan kembali. Perencanaan tata ruang kawasan Bopuncur merupakan penetapan lokasi dominasi pemanfaatan ruang berdasarkan :
    (a) fungsi kawasan utama yang meliputi kawasan lindung (hutan lindung, cagar alam, taman nasional, taman wisata alam, kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari kawasan sempada sungai,
    kawasan sekitar mata air dan kawasan sekitar waduk/danau/situ) dan kawasan budidaya (kawasan pertanian lahan basah, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering, kawasan perkebunan dll).
    (b) fungsi kawasan dan aspek kegiatan yang meliputi kawasan pedesaan (kawasan pertanian lahan basah dll) dan kawasan perkotaan (Keppres, 1999).
  3. Reboisasi merupakan kegiatan penanaman pohon kembali pada daerah-daerah yang gundul atau pada daerah-daerah yang berlereng curam dimana faktor erosi dapat cepat terjadi. Pohon yang ditanam berperan sebagai menahan atau mengurangi daya perusaka butir-butir hujan yang jatuh dan
    aliran air diatas permukaan tanah sehingga melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi.

Dalam penyusunan sistem pengendalian banjir harus diperhatikan komponenkomponen yang akurat yang merupakan bagian input terkendali yang meliputi perencanaan tata ruang, teknologi pengendalian banjir dan reboisasi. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang komprehensif dan applicable tentang komponen-komponen tersebut.

Pada hakekatnya identifikasi sistem merupakan usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif pada sebanyak mungkin peubah-peubah sistem dan mempelajari terjadinya kendala-kendala yang dihadapi. Komponen-komponen dalam input lingkungan dan input tidak terkendali merupakan aspek yang harus diantisipasi dalam pengendalian banjir di Jabotabek. Meskipun sulit untuk merubahnya tetapi dalam sistem
ini perlu mengakomodasi kemungkinan perubahan yang akan terjadi pada komponenkomponen tersebut.

III. MODEL PENGENDALIAN BANJIR DENGAN AHP

Tujuan utama dari hirarki ini adalah Sistem Pengendalian Banjir di Jabotabek. Kriteria-kriteria yang dikembangkan dalam pengendalian banjir adalah Pendangkalan Sungai, Pengelolaan DAS, Aliran Permukaan, Daerah Resapan, Perilaku Masyarakat dan Reklamasi Pantai.

Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor penting pada kejadian banjir. Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap. Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan (sedimentasi) terus-menerus, terutama di bagian hilir sungai. Masalah pendangkalan sungai sudah sangat serius dan ditemukan di hampir seluruh daerah hilir/muara di Indonesia.

Daerah Aliran Sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS adalah konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil. Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir. Untuk hal ini perlu kesadaran masyarakat secara masal terhadap pentingnya DAS melalui proses pembelajaran sosial yang intensif dan terusmenerus.

Aliran permukaan yaitu air yang mengalir diatas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, oleh karena merupakan pengangkutan bagian-bagaian tanah. Aliran permukaan berpengaruh pada pengendalian banjir, semakin tinggi aliran permukaan semakin cepat terjadinya banjir sehingga pengendalian aliran permukaan merupakan bagian pengendalian banjir.

Daerah Resapan merupakan daerah tempat masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti) melalui permukaan dan secara vertikal. Masuknya air dari luar ke permukaan tanah biasa disebut infiltrasi sedangkan peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah biasa disebut perkolasi. Daerah resapan tidak bisa lepas dari infiltrasi dan perkolasi . Daerah resapan berperan dalam pengendalian banjir, semakin
banyak pori tanah yang tertutup oleh bangunan atau gedung, daerah resapan akan semakin kecil sehingga memperbesar terjadinga air yang mengalir di permukaan dan menyebabkan terjadinya banjir.

Perilaku masyarakat penyebab banjir yang meliputi pengundulan hutan, pembuangan sampah di sungai, pembangunan pemukiman di bantaran sungai, pembangunan pemukiman yang diluar tata ruang peruntukan dll. Perilaku masyarakat yang negatif ini dapat memperbesar dan mempercepat terjadinya banjir, pernah terjadi di daerah Bogor tidak hujan dan hujan hanya berada di Jakarta dalam tempo tidak terlalu lama sudah menyebabkan terjadinya banjir hal ini diakibatkan oleh perilaku manusia yang membuang sampah sembarangan khususnya pada daerah aliran sungai sehingga kapasitas sungai tidak mencukupi dan terjadi luapan air yang mengakibatkan banjir atau saluran irigasi yang tersumbat oleh sampah sehingga air yang seharusnya mengalir di saluran irigasi meluap ke jalan-jalan.

Reklamasi pantai merupakan pengurukan suatu wilayah dengan tanah atau bahan padat, yang dahulu merupakan daerah tangkapan air (hutan mangrove, tambak, situ dll) menjadi suatu daratan yang layak secara ekonomis. Perubahan penggunaan lahan yang menyalahi hukum alam akan menyebabkan luapan air, air yang seharusnya sudah bisa masuk kelaut karena adanya reklamasi pantai menyebabkan air mencari jalan alternatif ke laut melalui perumahan-perumahan penduduk yang mempunyai permukaan tanah
yang rendah dan menyebabkan terjadinya banjir diareal perumahan tersebut sehingga reklamasi pantai pada intinya menguntungkan segelintir orang dan merugikan masyarakat banyak.Setelah level kriteria semua diisi, maka level alternatif diisi dengan Perencanaan Tata Ruang, Reboisasi dan Teknologi Pengendalian.

Setelah penyusunan hirarki selesai maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan antar elemen-elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level di atasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen-elemen pada level kriteria dengan memperhatikan level diatasnya, yaitu goal atau tujuan utamanya. Pembandingan dilakukan dengan skala satu sampai sembilan dan memenuhi aksioma-aksioma AHP.

Dalam alternatif reboisasi terdapat satu kriteria yang paling tinggi yaitu pada kriteria aliran permukaan dan dalam alternatif reboisasi juga terdapat prioritas yang paling rendah untuk kriteria pendangkalan sungai, pengeloaan DAS dan reklamasi pantai. Sedangkan untuk kriteria daerah resapan dan perilaku manusia merupakan prioritas menengah.

Alternatif teknologi pengendalian dalam tujuan pengendalian banjir merupakan alternatif yang terakhir karena dalam enam kriteria yang dianalisa tidak ada satupun yang menonjol sehingga alternatif teknologi pengendalian merupakan alternatif yang terakhir dalam penanganan banjir di Jabotabek. Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakikatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru di tempat lain di bagian hilirnya. Oleh karena itu, pola penanganan banjir di Indonesia dengan menggunakan prinsip integralistik yaitu One River-One Plant and One Intergrated Management. Dengan prinsip ini maka banjir juga harus dibagi secara integral sepanjang sungai menjadi banjir kecil-kecil, guna menghindari banjir besar yang destruktif di suatu tempat tertentu.
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang diuraikan dalam makalah ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. Permasalahan banjir di Jabotabek adalah merupakan masalah yang komplek sehingga untuk pemecahan masalah dilakukan secara sibernetik, holistik dan efektif dengan pendekatan kesisteman. Pengendalian banjir secara kesisteman yang berarti didalamnya terdiri dari kriteria-kriteria yang saling terkait dan mempengaruhi guna mencapai tujuan.
  2. Dalam makalah ini pengendalian banjir dapat dikategorikan berdasarkan kriteriakriteria yang terdiri dari pendangkalan sungai, pengeloaan DAS, aliran permukaan, daerah resapan, perilaku masyarakat dan reklamasi pantai sedangkan alternatif pemecahannya berdasarkan perencanaan tata ruang, reboisasi dan teknologi pengendalian.
  3. Proses pencapaian tujuan dengan menggunakan AHP yang perlu diperhatikan adalah kriteria jangan terlalu banyak baik arah vertikal maupun horidontal. AHP dapat digunakan untuk analisis pengendalian banjir sehingga dari beberapa alternatif dapat dipilih alternative pengendalian banjir yang terbaik. Berdasarkan alternatif perencanaan tata ruang, reboisasi dan teknologi pengendalian menunjukkan bahwa

perencanaan tata ruang mempunyai prioritas yang paling baik sebesar 55,0 % dilanjutkan reboisasi sebesar 29,3 % dan yang terakhir adalah teknologi pengendalian sebesar 15,8 %.

4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AHP maka sistem pengendalian banjir di Jabotabek dapat direkomendasikan sebagai berikut :

Perencanaan tata ruang merupakan faktor utama dalam pengendalian banjir sehingga perencanaan tata ruang yang sudah disusun untuk segera dilaksanakan secara benar dan adil, benar disini adalah secara sungguh-sungguh melaksanakan tata ruang secara konsisten dan tidak secara musiman karena saat ini ada kecenderungan apabila terjadi banjir baru dicari kambing hitam permasalahan sedangkan adil adalah tidak pilih kasih dalam pelaksanaan tata ruang, dimana salah satu penyebabnya adalah penggusuran atau pembongkaran villa yang tidak punya IMB tetapi pada kasus lain villa yang tidak punya IMB tidak digusur sehingga diperlukan pelaksanaan hukum secara sungguhsungguh.

Merah Mars, Biru Regulus di Langit Hitam

Langit malam di bulan Juni akan menjadi pemandangan elok bagi astronom maupun warga biasa. Pasalnya, planet merah Mars dan bintang biru Regulus yang berada pada posisi terdekatnya bulan ini akan tampak sebagai bintang ganda yang bersinar terang di arah barat langit.

Antara tanggal 2-10 Juni, Mars dan Regulus berjarak 2,5 derajat satu sama lain. Konjungsi (jarak terdekat antara dua benda angkasa) akan terjadi pada 6 Juni, pada saat Mars hanya berjarak 0,8 derajat dari Regulus. Pada malam sesudahnya, jaraknya akan menjadi 0,9 derajat.

Mars akan bersinar pada magnitudo 1,2, yang berarti sedikit lebih terang daripada Regulus pada magnitudo 1,34 (semakin besar angkanya semakin kurang terang).

Pada awal bulan ini, Mars bergerak ke arah gugusan bintang Leo, di mana Regulus—bintang berusia 250 juta tahun dan berjarak 79 tahun cahaya dari Bumi—berada. Pada akhir Juli, Mars akan berada di selatan ekor sang Singa (Leo), mendekati lokasi bintang Denebola. Lalu pada bulan September, Mars akan kehilangan kecemerlangannya hingga magnitude 1,5 ketika jaraknya menjauh 322 juta kilometer dari Bumi.

Dengan mata telanjang dan dengan teropong, Anda bisa dengan mudah membedakan Planet Mars dan bintang Regulus. Mars, meski disebut planet merah, akan tampak oranye keemasan, sedangkan bintang Regulus bersinar putih kebiruan akibat fusi hidrogen menjadi helium di intinya.

Cara mengukur jarak keduanya di angkasa bisa menggunakan kepalan tangan kita sebagai sekstan. Kepalan tangan kita yang dihadapkan ke angkasa menunjukkan jarak sekitar 10 derajat busur di angkasa.

Burung Bidadari di Ambang Kepunahan

Burung bidadari (Semioptera wallacii), salah satu satwa endemik Pulau Halmahera, Maluku Utara (Malut), kini terancam punah akibat semakin rusaknya kawasan hutan yang menjadi habitat burung itu.

"Kawasan hutan yang merupakan habitat burung bidadari kini telah rusak, antara lain akibat adanya aksinya perambahan hutan dan pembalakan liar," kata Djafar, seorang aktivis lingkungan, di Ternate, Minggu (6/6/2010).

Selain itu, lanjut dia, kawasan hutan yang adalah habitat burung yang juga dikenal dengan nama cenderawasih halmahera itu juga telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian, lokasi transmigrasi, areal hak pengusahaan hutan (HPH), dan lahan pertambangan.

Menurut dia, dari semua penyebab rusaknya habitat burung bidadari tersebut, yang paling berperan mengancam kepunahan burung itu adalah pengalihfungsian menjadi area HPH dan pertambangan.

Masalahnya, kedua kegiatan tersebut telah memberangus pepohonan dalam jumlah yang sangat banyak. Semua pohon besar yang menjadi tempat berkembang biak dan mencari makan bagi burung bidadari ditebang habis. Selain itu, kata Djafar, luas areal kawasan hutan yang menjadi sasaran kedua kegiatan itu bisa mencapai ratusan ribu hektar.

"Ironisnya, pemda dan instansi terkait yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian kawasan hutan sebagai habitat burung bidadari, justru berbuat sebaliknya. Mereka justru memepermudah perizinan untuk kedua kegiatan tersebut," katanya.

Hal tersebut terlihat di sejumlah kabupaten di Halmahera, seperti di Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Tengah. Ratusan ribu hektar hutan yang sebagian merupakan habitat burung bidadari di kedua daerah itu telah menjadi areal pertambangan.

Djafar meminta kepada pemprov dan semua pihak terkait di Malut untuk memiliki kesadaran dan keseriusan dalam menjaga burung bidadari dari ancaman kepunahan, mengingat burung itu tak ternilai harganya karena di dunia hanya ada di Malut.

Salah satu upaya yang harus dilakukan pemprov dan instansi terkait untuk mencegah punahnya burung bidadari adalah mempertahankan kelestarian kawasan hutan habitat burung itu, bahkan semua kawasan bila perlu dijadikan areal konservasi.

Selain itu, kata Djafar, sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian burung bidadari perlu diintensifkan kepada seluruh lapisan masyarakat, bahkan dipandang perlu dapat dimasukkan dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolah.

Sejauh ini belum ada penelitian khusus mengenai kondisi populasi burung bidadari di Halmahera, tetapi dipastikan telah menurun jika dibandingkan dengan tahun 1980-an karena sudah banyak kawasan hutan habitat burung bidadari yang rusak.

La Nina Muncul, Cuaca Ekstrem Terjadi

Pada Juni ini sesungguhnya di Indonesia telah memasuki kemarau. Namun, di beberapa wilayah masih terjadi banyak hujan yang bersifat sporadis dengan intensitas tinggi. Hal ini merupakan dampak dari anomali suhu muka laut yang terjadi di wilayah Indonesia dan di ekuator Pasifik.

Kepala Bidang Klimatologi dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Endro Santoso mengatakan, saat ini sebagian besar wilayah perairan Indonesia masih hangat. Peningkatan suhu antara 0,5 dan 1,3 derajat celsius.

”Menghangatnya suhu muka laut menyebabkan tingginya penguapan sehingga banyak terbentuk awan hujan yang intensif,” ujarnya. Kondisi ini terpantau sejak bulan lalu.

Sementara itu, pengaruh El Nino—menghangatnya suhu muka laut di sebelah timur ekuator Pasifik—yang terjadi sejak medio tahun lalu sekarang tidak terpantau lagi. Suhu muka laut saat ini dalam kondisi normal.

”Proses penurunan suhu telah terlihat sejak Februari. El Nino meluruh sekitar akhir Mei dan awal Juni, bahkan sekarang ada kecenderungan La Nina,” ujar Endro. Kebalikan dengan El Nino, saat fenomena La Nina, suhu muka laut di barat wilayah khatulistiwa Pasifik mendingin.

Mendinginnya suhu muka laut menimbulkan tekanan udara yang tinggi. Sebaliknya, Indonesia yang berada di timur Pasifik mengalami tekanan udara yang rendah akibat menghangatnya suhu muka laut di sekitarnya. ”Kondisi ini menyebabkan massa udara dari barat Pasifik tengah masuk ke wilayah Indonesia sehingga terjadi konvergensi massa udara yang intensif. Kecenderungan ini telah terjadi sejak masa awal kemarau,” kata Endro.

Wilayah yang akan mengalami cukup hujan adalah Kalimantan Barat, bagian utara Kalimantan Tengah, dan wilayah selatan Kalimantan Timur. Curah hujan yang memadai dialami Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Kecukupan hujan juga akan terjadi di Maluku bagian tengah, seperti Pulau Ambon dan Pulau Seram, Papua bagian tengah, dan Irian Barat bagian selatan.

”Di Jawa masih akan terjadi curah hujan sporadis dengan intensitas tinggi, tetapi berlangsung singkat,” ujarnya. Adapun wilayah di Sumatera yang akan mengalami cuaca yang sama, antara lain, adalah Sumatera bagian utara dan Bangka atau Pekan Baru bagian utara, sedangkan yang mulai kurang hujan adalah Bengkulu dan Lampung.

Endro memprakirakan, musim kemarau hingga Juli masih cenderung basah. ”Untuk mengetahui kondisi musim pada Agustus dan berikutnya, harus dipantau kecenderungan gejala La Nina, menguat atau melemah. Bila menguat, Indonesia akan mengalami musim kemarau basah,” ujarnya.

Manajer Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Fadli Syamsuddin menyatakan hal serupa,

”Saat ini mulai terjadi La Nina. Diprediksi bulan Agustus 2010 terjadi La Nina dengan kategori kuat,” ujarnya pada Senin (7/6) di Jakarta.

Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem Bidang Peringatan Dini Cuaca pada BMKG Kukuh Ribudiyanto mengatakan, anomali tertinggi bisa sampai 2 derajat celsius di Samudra Hindia selatan Nusa Tenggara.

Kualitas Lingkungan Hidup Pulau Jawa Terburuk Kualitas Lingkungan

ndeks kualitas lingkungan hidup Pulau Jawa merupakan yang terburuk di antara pulau-pulau besar lainnya. Sementara, indek kualitas lingkungan hidup terbaik diraih provinsi Sulawesi Utara.

Demikian yang disampaikan Plh Deputi bidang Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Hermin Rosita. "Penilaian ini didasarkan pada kualitas air, udara, dan tutupan lahan," ungkapnya, Selasa (9/6/2010), di Jakarta.

Penilaian yang dilangsungkan dari tahun 2006-2009 ini membagi penilaian ke dalam dua kategori daerah yakni tingkat kepulauan atau pulau besar dan tingkat provinsi. Untuk kualitas lingkungan hidup terbaik menurut kepulauan atau pulau-pulau besar berdasarkan indeks berturut-turut dari yang terbaik hingga terburuk adalah Maluku dan Papua, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

Sementara itu, jika dilihat berdasarkan provinsi, Sulawesi Utara ada di peringkat pertama. Kemudian diikuti Sumatera Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu. Meski Jawa berada di posisi terbawah untuk indeks kualitas lingkungan hidupnya, tetapi pulau ini tetap di posisi teratas dalam jumlah kota metropolitan yang menerima anugerah Adipura.

Mengapa demikian? "Perlu dibedakan penilaian Adipura dengan Indeks Lingkungan Hidup karena Adipura lebih mengutamakan sistem pengelolaan sampah, sementara indeks lingkungan hidup dilihat dari tiga hal tadi," ujar Hermin.

Jawa berhasil delapan anugerah Adipura kategori kota metropolitan dari total sembilan kota yang mendapatkannya. Kota tersebut yakni Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Bekasi, Tangerang, dan Surabaya. Sementara satu kota lainnya di luar pulau Jawa adalah Palembang, Sumatera Selatan.

Orangutan Kutai Terkepung

Sekitar 2.097 orangutan Kalimantan Timur yang hidup di kawasan Taman Nasional Kutai kini terkepung hutan konversi. Kawasan hutan di sekeliling taman nasional itu dikonversi untuk pengembangan hutan tanaman industri, pengusahaan hutan, pertambangan, dan pengembangan perkebunan kelapa sawit.

”Sebagian Taman Nasional (TN) Kutai juga rusak akibat berbagai faktor. Hasil survei terakhir menunjukkan, habitat orangutan (Pongo pygmaeus morio) di hutan yang seharusnya dilindungi mencapai ribuan ekor,” kata ketua tim survei populasi orangutan, Yaya Rayadin, dari Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Selasa (8/6/2010).

Penelitian populasi orangutan di TN Kutai adalah kerja sama Unmul, Bina Kelola Lingkungan (Bikal), Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sangatta, Orangutan Conservation Services Program (OCSP), dan The Nature Conservancy (TNC).

Yaya mengemukakan, survei sarang orangutan berbiaya Rp 100 juta ini pertama kali dilakukan di TN Kutai. Lokasinya adalah zona rimba dan zona inti seluas hampir 120.000 hektar atau sekitar 60 persen dari luas TN Kutai 198.629 hektar. Dua zona itu jantung TN Kutai.

Hutan rusak

Selain terkepung hutan konversi, kata Yaya, habitat orangutan TN Kutai juga terancam karena sejumlah kawasan hutan rusak parah, antara lain akibat kebakaran, perambahan, pembalakan, tambang batu bara, dan permukiman sekitar jalan raya, terutama ruas Bontang-Sanggatta yang dihuni 23.000 jiwa.

Di zona rimba (hutan bekas terbakar), tim menemukan 224 sarang sepanjang jalur 15 kilometer. Tingkat kerapatan 371 sarang dan kepadatan orangutan 0,6 ekor tiap 100 hektar. Dengan luas zona 470 kilometer persegi, diperkirakan populasi 298 orangutan.

Di zona inti (hutan nyaris tidak terjamah), tim menemukan 395 sarang sepanjang sembilan kilometer. Tingkat kerapatan 1.268 sarang dan kepadatan orangutan 2,2 ekor tiap 100 hektar. Dengan luas zona 870 kilometer persegi, didapat perkiraan populasi 1.799 orangutan.

Yaya memaparkan, di setiap hektar hamparan hutan terdapat 214-413 pohon dengan 48-64 jenis. Diameter pohon minimal 10 sentimeter sampai lebih dari 3 meter. Di satu hektar minimal ada 10 jenis pakan orangutan yang juga bisa dikonsumsi manusia, misalnya bendang (kelapa kecil), tete (jahe-jahean), ficus, ulin, dan durian. Ada juga ratusan anakan pohon yang siap ditanam dan kayunya bernilai ekonomi tinggi apabila dibudidayakan, seperti ulin, meranti, dan kapur.

”Kami menyadari, hutan TN Kutai menyimpan kekayaan hayati yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia tanpa harus dirusak,” kata Yaya.

Selama survei, tim juga menemukan sejumlah ancaman terhadap kelestarian TN Kutai, seperti perburuan rusa, pemasangan jerat, pembalakan ilegal, dan pengaplingan lahan untuk dirambah atau dijual. ”Selama survei, kami menyelamatkan satu ekor orangutan yang terjebak jeratan rusa. Jeratan-jeratan rusa ini juga membuat daerah jelajah orangutan makin sempit.”

Kepala Balai TN Kutai Tandya Tjahjana saat dihubungi mengatakan, hasil survei memperkuat kenyataan bahwa kawasan konservasi seluas 198.629 hektar itu amat penting dilestarikan

Rabu, 14 April 2010

UANG

UANG

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.

Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.

Pada awalnya di Indonesia, uang dalam hal ini uang kartal diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.

SEJARAH UANG

Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.

Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem barter’, yaitu barang yang ditukar dengan barang.

Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted), benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.

Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.

Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas.

Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut sebagai alat tukar.

FUNGSI UANG

Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghidarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.

Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.

Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.

SYARAT-SYARAT UANG

Suatu benda dapat dijadikan sebagai “uang” jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau setidaknya dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan lama (durability), kualitasnya cenderung sama (uniformity), jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity). Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).

JENIS UANG

Uang yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.

UANG DALAM EKONOMI

Uang adalah salah satu topik utama dalam pembelajaran ekonomi dan finansial. Monetarisme adalah sebuah teori ekonomi yang kebanyakan membahas tentang permintaan dan penawaran uang. Sebelum tahun 80-an, masalah stabilitas permintaan uang menjadi bahasan utama karya-karya Milton Friedman, Anna Schwartz, David Laidler, dan lainnya.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi, dan bunga yang kemudian akan mempengaruhi output dan ketenagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara berlebihan. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral seringkali diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan.

Krisis moneter dapat menyebabkan efek yang besar terhadap perekonomian, terutama jika krisis tersebut menyebabkan kegagalan moneter dan turunnya nilai mata uang secara berlebihan yang menyebabkan orang lebih memilih barter sebagai cara bertransaksi. Ini pernah terjadi di Rusia, sebagai contoh, pada masa keruntuhan Uni Soviet.