Rabu, 09 Juni 2010

SISTEM PENGENDALIAN BANJIR DI JABOTABEK

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia hidup di dalam suatu lingkungan yang beraneka ragam, antara komponen satu dengan komponen lainnya di dalam lingkungan dan manusia itu sendiri terjalin hubungan yang komplek satu dengan yang lain yang membentuk sumberdaya yang berupa sistem makanan dan pernapasan. Hubungan timbal balik tersebut senantiasa mengarah kepada bentuk keseimbangan yang disebut keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem harus terjaga, apabila didalam lingkungan manusia terjadi sesuatu yang mengancam eksistensi manusia yang disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri, maka terjadilah apa yang dinamakan pencemaran lingkungan hidup. Salah satu pencemaran lingkungan hidup adalah banjir, dimana banjir timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari aktivitas manusia (karena pembuangan sampah ke sungai atau karena penebangan hutan yang tidak terkontrol atau pemanfaatan tata ruang yang salah).

Dalam hukum ekologi, setiap gangguan keseimbangan ekosistem akan selalu mengarah kepada proses keseimbangan kembali. Lingkungan manusia akan selalu melakukan tindakan penyesuaian yang dinamakan adaptasi, apabila banjir terjadi dalam kondisi yang lama maka masyarakat akan terbiasa dalam suasana banjir, daya tahan masyarakat menjadi bertambah, ketrampilan menjadi meningkat dalam suasana banjir air tersebut, bahkan mungkin dengan lamanya banjir masyarakat dapat mengelola lingkungannya dengan baik dan dapat memperoleh sumber penghidupan baru untuk kebutuhan sehari-hari (pengojek motor berubah status menjadi tukang perahu, petani sawah menjadi petani keramba ikan dll). Masyarakat yang tidak tahan banjir akan berpindah tempat pada suatu lingkungan baru yang tidak banjir, tetapi problema utama banjir adalah bahwa banjir itu pada umumnya tidak permanen. Banjir itu datangnya tidak terduga dan surutnyapun juga sering tidak bisa diramalkan oleh masyarakat sehingga terjadi ketidakseimbangan lingkungan.

Banjir merupakan permasalahan yang kompleks, dimana unitnya adalah keragaman. Oleh karena itu, keragaman yang begitu besar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Dalam hal ini, teori sistem mempernyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin, dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil (Gigh, 1993; Carnavayal,1992) di dalam Eriyatno (1999).

Setiap kali terjadi banjir di Jakarta sering terdengar ungkapan banjir itu kiriman dari Bogor. Tudingan itu muncul karena hampir semua sungai yang bermuara di Jakarta berhulu diwilayah kabupaten Bogor. Daerah aliran sungai yang berasal dari Bogor adalah DAS Ciliwung, DAS Cakung, DAS Angke, DAS Sunter, DAS Kalibaru dan DAS Krukut. Banjir yang terjadi di Jakarta tidak hanya karena aliran air dari Bogor dimana banjir kiriman berarti hujan hanya terjadi di daerah Bogor, kenyataannya hujan juga terjadi di Jakarta, ditambah dengan pasang laut. DAS hulu Ciliwung berbentuk seperti corong yang terdiri dari berbagai anak sungai dan menyempit di bendungan utama Ciliwung di Katulampa. Seandainya banjir itu limpahan dari hulu, tentu kota Bogor akan banjir terlebih dahulu.

Banjir yang terjadi di Jabotabek merupakan masalah yang harus segera ditangani agar akibat yang ditimbulkannnya tidak banyak merusak dan merugikan masyarakat sekitarnya, mengingat Jakarta merupakan Ibukota negara yang merupakan citra negara dan barometer ekonomi. Usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadinya banjir harus segera dilakukan.

1.2 Tujuan Sistem Pengendalian Banjir di Jabotabek

Tujuan penulisan malakah ini adalah :
1. Menyusun sistem pengendalian banjir di Jabotabek.
2. Menganalisis strategi sistem pengendalian banjir dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

1.3 Ruang Lingkup Sistem Pengendalian Banjir di Jabotabek

Aplikasi sistem disesuaikan dengan keterbatasan tenaga, waktu dan biaya dimana tidak setiap persoalan manajemen diselesaikan dengan pendekatan sistem. Pembatasan ruang lingkung sering sekali digunakan untuk mendapatkan pengkajian yang effisien dan operasional (Eriyatno, 1999).

Dalam pembatasan ruang lingkup maka langkah yang dapat ditempuh untuk meminimasi pengaruh dan output yang tidak dikehendaki maka diperlukan kerangka berfikir kesisteman untuk pengendalian banjir secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam pembuatan makalah ini disusun pengendalian banjir secara sistematis sebagai suatu sistem yang terpadu.

Ruang lingkup sistem pengendalian banjir di Jabotabek adalah faktor yang berkaitan dengan penyebab terjadinya banjir yang meliputi perilaku manusia antara lain kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, kesalahan tata wilayah, kesalahan pembangunan sarana dan prasarana, erosi yang menyebabkan pengendapan dan pendangkalan sungai.

II. ANALISIS SISTEM

2.1 Analisis Kebutuhan

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem (Eriyatno, 1999). Dalam melakukan analisa kebutuhan dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Hal ini perlu dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang utamanya yang terlibat dalam sistem. Dalam makalah ini pelaku yang terlibat dalam sistem pengendalian banjir dengan kebutuhan yang berbeda-beda.

2.2 Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan pembahasan permasalahan yang dihadapi berdasarkan beberapa kriteria yang kemudian dievaluasikan. Eriyatno (1989) menyatakan bahwa formulasi permasalahan didasarkan pada penentuan informasi yang terperinci yang dihasilkan selama identifikasi sistem. Bila mungkin hal tersebut dikembangkan menjadi suatu pernyataan tentang bagaimana sistem harus bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan dimana jumlah output yang spesifik dapat ditentukan, serta kriteria jalannya sistem yang spesifik agar mencapai suatu optimasi.

2.3 Identifikasi Sistem

Sistem pengendalian banjir Jabotabek merupakan kegiatan untuk meminimalkan terjadinya banjir dan perbaikan kualitas lingkungan di wilayah Jabotabek, berdasarkan diagram lingkar sebab akibat pengendalian banjir di Jabotabek dapat dilakukan dengan tiga kegiatan utama yaitu :

  1. Teknologi pengendalian banjir yang meliputi pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding, dan pengerasan penampang sungai. Sungaisungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini juga mengalami hal serupa. Intinya adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnya dikuras ke hilir, tanpa memperhitungkan banjir yang akan terjadi di hilir. Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Jika penampang sungai di tempat tersebut tidak mencukupi maka akan terjadi peluapan ke bagian bantaran. Jika bantaran sungai tidak cukup, bahkan mungkin telah penuh dengan rumah-rumah penduduk, maka akan terjadi penggelembungan atau pelebaran aliran. Akibatnya areal banjir semakin melebar atau bahkan alirannya berpindah arah. Pelurusan dan sudetan sungai pada hakikatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya. Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakikatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru di tempat lain di bagian hilirnya.
  2. Perencanaan tata ruang merupakan prespektif menuju keadaan pada masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai, serta memeperhatikan keragaman wawasan kegiatan setiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis ; ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
    seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan kembali. Perencanaan tata ruang kawasan Bopuncur merupakan penetapan lokasi dominasi pemanfaatan ruang berdasarkan :
    (a) fungsi kawasan utama yang meliputi kawasan lindung (hutan lindung, cagar alam, taman nasional, taman wisata alam, kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari kawasan sempada sungai,
    kawasan sekitar mata air dan kawasan sekitar waduk/danau/situ) dan kawasan budidaya (kawasan pertanian lahan basah, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering, kawasan perkebunan dll).
    (b) fungsi kawasan dan aspek kegiatan yang meliputi kawasan pedesaan (kawasan pertanian lahan basah dll) dan kawasan perkotaan (Keppres, 1999).
  3. Reboisasi merupakan kegiatan penanaman pohon kembali pada daerah-daerah yang gundul atau pada daerah-daerah yang berlereng curam dimana faktor erosi dapat cepat terjadi. Pohon yang ditanam berperan sebagai menahan atau mengurangi daya perusaka butir-butir hujan yang jatuh dan
    aliran air diatas permukaan tanah sehingga melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi.

Dalam penyusunan sistem pengendalian banjir harus diperhatikan komponenkomponen yang akurat yang merupakan bagian input terkendali yang meliputi perencanaan tata ruang, teknologi pengendalian banjir dan reboisasi. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang komprehensif dan applicable tentang komponen-komponen tersebut.

Pada hakekatnya identifikasi sistem merupakan usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif pada sebanyak mungkin peubah-peubah sistem dan mempelajari terjadinya kendala-kendala yang dihadapi. Komponen-komponen dalam input lingkungan dan input tidak terkendali merupakan aspek yang harus diantisipasi dalam pengendalian banjir di Jabotabek. Meskipun sulit untuk merubahnya tetapi dalam sistem
ini perlu mengakomodasi kemungkinan perubahan yang akan terjadi pada komponenkomponen tersebut.

III. MODEL PENGENDALIAN BANJIR DENGAN AHP

Tujuan utama dari hirarki ini adalah Sistem Pengendalian Banjir di Jabotabek. Kriteria-kriteria yang dikembangkan dalam pengendalian banjir adalah Pendangkalan Sungai, Pengelolaan DAS, Aliran Permukaan, Daerah Resapan, Perilaku Masyarakat dan Reklamasi Pantai.

Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor penting pada kejadian banjir. Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap. Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan (sedimentasi) terus-menerus, terutama di bagian hilir sungai. Masalah pendangkalan sungai sudah sangat serius dan ditemukan di hampir seluruh daerah hilir/muara di Indonesia.

Daerah Aliran Sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS adalah konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil. Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir. Untuk hal ini perlu kesadaran masyarakat secara masal terhadap pentingnya DAS melalui proses pembelajaran sosial yang intensif dan terusmenerus.

Aliran permukaan yaitu air yang mengalir diatas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, oleh karena merupakan pengangkutan bagian-bagaian tanah. Aliran permukaan berpengaruh pada pengendalian banjir, semakin tinggi aliran permukaan semakin cepat terjadinya banjir sehingga pengendalian aliran permukaan merupakan bagian pengendalian banjir.

Daerah Resapan merupakan daerah tempat masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti) melalui permukaan dan secara vertikal. Masuknya air dari luar ke permukaan tanah biasa disebut infiltrasi sedangkan peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah biasa disebut perkolasi. Daerah resapan tidak bisa lepas dari infiltrasi dan perkolasi . Daerah resapan berperan dalam pengendalian banjir, semakin
banyak pori tanah yang tertutup oleh bangunan atau gedung, daerah resapan akan semakin kecil sehingga memperbesar terjadinga air yang mengalir di permukaan dan menyebabkan terjadinya banjir.

Perilaku masyarakat penyebab banjir yang meliputi pengundulan hutan, pembuangan sampah di sungai, pembangunan pemukiman di bantaran sungai, pembangunan pemukiman yang diluar tata ruang peruntukan dll. Perilaku masyarakat yang negatif ini dapat memperbesar dan mempercepat terjadinya banjir, pernah terjadi di daerah Bogor tidak hujan dan hujan hanya berada di Jakarta dalam tempo tidak terlalu lama sudah menyebabkan terjadinya banjir hal ini diakibatkan oleh perilaku manusia yang membuang sampah sembarangan khususnya pada daerah aliran sungai sehingga kapasitas sungai tidak mencukupi dan terjadi luapan air yang mengakibatkan banjir atau saluran irigasi yang tersumbat oleh sampah sehingga air yang seharusnya mengalir di saluran irigasi meluap ke jalan-jalan.

Reklamasi pantai merupakan pengurukan suatu wilayah dengan tanah atau bahan padat, yang dahulu merupakan daerah tangkapan air (hutan mangrove, tambak, situ dll) menjadi suatu daratan yang layak secara ekonomis. Perubahan penggunaan lahan yang menyalahi hukum alam akan menyebabkan luapan air, air yang seharusnya sudah bisa masuk kelaut karena adanya reklamasi pantai menyebabkan air mencari jalan alternatif ke laut melalui perumahan-perumahan penduduk yang mempunyai permukaan tanah
yang rendah dan menyebabkan terjadinya banjir diareal perumahan tersebut sehingga reklamasi pantai pada intinya menguntungkan segelintir orang dan merugikan masyarakat banyak.Setelah level kriteria semua diisi, maka level alternatif diisi dengan Perencanaan Tata Ruang, Reboisasi dan Teknologi Pengendalian.

Setelah penyusunan hirarki selesai maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan antar elemen-elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level di atasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen-elemen pada level kriteria dengan memperhatikan level diatasnya, yaitu goal atau tujuan utamanya. Pembandingan dilakukan dengan skala satu sampai sembilan dan memenuhi aksioma-aksioma AHP.

Dalam alternatif reboisasi terdapat satu kriteria yang paling tinggi yaitu pada kriteria aliran permukaan dan dalam alternatif reboisasi juga terdapat prioritas yang paling rendah untuk kriteria pendangkalan sungai, pengeloaan DAS dan reklamasi pantai. Sedangkan untuk kriteria daerah resapan dan perilaku manusia merupakan prioritas menengah.

Alternatif teknologi pengendalian dalam tujuan pengendalian banjir merupakan alternatif yang terakhir karena dalam enam kriteria yang dianalisa tidak ada satupun yang menonjol sehingga alternatif teknologi pengendalian merupakan alternatif yang terakhir dalam penanganan banjir di Jabotabek. Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakikatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru di tempat lain di bagian hilirnya. Oleh karena itu, pola penanganan banjir di Indonesia dengan menggunakan prinsip integralistik yaitu One River-One Plant and One Intergrated Management. Dengan prinsip ini maka banjir juga harus dibagi secara integral sepanjang sungai menjadi banjir kecil-kecil, guna menghindari banjir besar yang destruktif di suatu tempat tertentu.
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang diuraikan dalam makalah ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. Permasalahan banjir di Jabotabek adalah merupakan masalah yang komplek sehingga untuk pemecahan masalah dilakukan secara sibernetik, holistik dan efektif dengan pendekatan kesisteman. Pengendalian banjir secara kesisteman yang berarti didalamnya terdiri dari kriteria-kriteria yang saling terkait dan mempengaruhi guna mencapai tujuan.
  2. Dalam makalah ini pengendalian banjir dapat dikategorikan berdasarkan kriteriakriteria yang terdiri dari pendangkalan sungai, pengeloaan DAS, aliran permukaan, daerah resapan, perilaku masyarakat dan reklamasi pantai sedangkan alternatif pemecahannya berdasarkan perencanaan tata ruang, reboisasi dan teknologi pengendalian.
  3. Proses pencapaian tujuan dengan menggunakan AHP yang perlu diperhatikan adalah kriteria jangan terlalu banyak baik arah vertikal maupun horidontal. AHP dapat digunakan untuk analisis pengendalian banjir sehingga dari beberapa alternatif dapat dipilih alternative pengendalian banjir yang terbaik. Berdasarkan alternatif perencanaan tata ruang, reboisasi dan teknologi pengendalian menunjukkan bahwa

perencanaan tata ruang mempunyai prioritas yang paling baik sebesar 55,0 % dilanjutkan reboisasi sebesar 29,3 % dan yang terakhir adalah teknologi pengendalian sebesar 15,8 %.

4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AHP maka sistem pengendalian banjir di Jabotabek dapat direkomendasikan sebagai berikut :

Perencanaan tata ruang merupakan faktor utama dalam pengendalian banjir sehingga perencanaan tata ruang yang sudah disusun untuk segera dilaksanakan secara benar dan adil, benar disini adalah secara sungguh-sungguh melaksanakan tata ruang secara konsisten dan tidak secara musiman karena saat ini ada kecenderungan apabila terjadi banjir baru dicari kambing hitam permasalahan sedangkan adil adalah tidak pilih kasih dalam pelaksanaan tata ruang, dimana salah satu penyebabnya adalah penggusuran atau pembongkaran villa yang tidak punya IMB tetapi pada kasus lain villa yang tidak punya IMB tidak digusur sehingga diperlukan pelaksanaan hukum secara sungguhsungguh.

Merah Mars, Biru Regulus di Langit Hitam

Langit malam di bulan Juni akan menjadi pemandangan elok bagi astronom maupun warga biasa. Pasalnya, planet merah Mars dan bintang biru Regulus yang berada pada posisi terdekatnya bulan ini akan tampak sebagai bintang ganda yang bersinar terang di arah barat langit.

Antara tanggal 2-10 Juni, Mars dan Regulus berjarak 2,5 derajat satu sama lain. Konjungsi (jarak terdekat antara dua benda angkasa) akan terjadi pada 6 Juni, pada saat Mars hanya berjarak 0,8 derajat dari Regulus. Pada malam sesudahnya, jaraknya akan menjadi 0,9 derajat.

Mars akan bersinar pada magnitudo 1,2, yang berarti sedikit lebih terang daripada Regulus pada magnitudo 1,34 (semakin besar angkanya semakin kurang terang).

Pada awal bulan ini, Mars bergerak ke arah gugusan bintang Leo, di mana Regulus—bintang berusia 250 juta tahun dan berjarak 79 tahun cahaya dari Bumi—berada. Pada akhir Juli, Mars akan berada di selatan ekor sang Singa (Leo), mendekati lokasi bintang Denebola. Lalu pada bulan September, Mars akan kehilangan kecemerlangannya hingga magnitude 1,5 ketika jaraknya menjauh 322 juta kilometer dari Bumi.

Dengan mata telanjang dan dengan teropong, Anda bisa dengan mudah membedakan Planet Mars dan bintang Regulus. Mars, meski disebut planet merah, akan tampak oranye keemasan, sedangkan bintang Regulus bersinar putih kebiruan akibat fusi hidrogen menjadi helium di intinya.

Cara mengukur jarak keduanya di angkasa bisa menggunakan kepalan tangan kita sebagai sekstan. Kepalan tangan kita yang dihadapkan ke angkasa menunjukkan jarak sekitar 10 derajat busur di angkasa.

Burung Bidadari di Ambang Kepunahan

Burung bidadari (Semioptera wallacii), salah satu satwa endemik Pulau Halmahera, Maluku Utara (Malut), kini terancam punah akibat semakin rusaknya kawasan hutan yang menjadi habitat burung itu.

"Kawasan hutan yang merupakan habitat burung bidadari kini telah rusak, antara lain akibat adanya aksinya perambahan hutan dan pembalakan liar," kata Djafar, seorang aktivis lingkungan, di Ternate, Minggu (6/6/2010).

Selain itu, lanjut dia, kawasan hutan yang adalah habitat burung yang juga dikenal dengan nama cenderawasih halmahera itu juga telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian, lokasi transmigrasi, areal hak pengusahaan hutan (HPH), dan lahan pertambangan.

Menurut dia, dari semua penyebab rusaknya habitat burung bidadari tersebut, yang paling berperan mengancam kepunahan burung itu adalah pengalihfungsian menjadi area HPH dan pertambangan.

Masalahnya, kedua kegiatan tersebut telah memberangus pepohonan dalam jumlah yang sangat banyak. Semua pohon besar yang menjadi tempat berkembang biak dan mencari makan bagi burung bidadari ditebang habis. Selain itu, kata Djafar, luas areal kawasan hutan yang menjadi sasaran kedua kegiatan itu bisa mencapai ratusan ribu hektar.

"Ironisnya, pemda dan instansi terkait yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian kawasan hutan sebagai habitat burung bidadari, justru berbuat sebaliknya. Mereka justru memepermudah perizinan untuk kedua kegiatan tersebut," katanya.

Hal tersebut terlihat di sejumlah kabupaten di Halmahera, seperti di Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Tengah. Ratusan ribu hektar hutan yang sebagian merupakan habitat burung bidadari di kedua daerah itu telah menjadi areal pertambangan.

Djafar meminta kepada pemprov dan semua pihak terkait di Malut untuk memiliki kesadaran dan keseriusan dalam menjaga burung bidadari dari ancaman kepunahan, mengingat burung itu tak ternilai harganya karena di dunia hanya ada di Malut.

Salah satu upaya yang harus dilakukan pemprov dan instansi terkait untuk mencegah punahnya burung bidadari adalah mempertahankan kelestarian kawasan hutan habitat burung itu, bahkan semua kawasan bila perlu dijadikan areal konservasi.

Selain itu, kata Djafar, sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian burung bidadari perlu diintensifkan kepada seluruh lapisan masyarakat, bahkan dipandang perlu dapat dimasukkan dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolah.

Sejauh ini belum ada penelitian khusus mengenai kondisi populasi burung bidadari di Halmahera, tetapi dipastikan telah menurun jika dibandingkan dengan tahun 1980-an karena sudah banyak kawasan hutan habitat burung bidadari yang rusak.

La Nina Muncul, Cuaca Ekstrem Terjadi

Pada Juni ini sesungguhnya di Indonesia telah memasuki kemarau. Namun, di beberapa wilayah masih terjadi banyak hujan yang bersifat sporadis dengan intensitas tinggi. Hal ini merupakan dampak dari anomali suhu muka laut yang terjadi di wilayah Indonesia dan di ekuator Pasifik.

Kepala Bidang Klimatologi dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Endro Santoso mengatakan, saat ini sebagian besar wilayah perairan Indonesia masih hangat. Peningkatan suhu antara 0,5 dan 1,3 derajat celsius.

”Menghangatnya suhu muka laut menyebabkan tingginya penguapan sehingga banyak terbentuk awan hujan yang intensif,” ujarnya. Kondisi ini terpantau sejak bulan lalu.

Sementara itu, pengaruh El Nino—menghangatnya suhu muka laut di sebelah timur ekuator Pasifik—yang terjadi sejak medio tahun lalu sekarang tidak terpantau lagi. Suhu muka laut saat ini dalam kondisi normal.

”Proses penurunan suhu telah terlihat sejak Februari. El Nino meluruh sekitar akhir Mei dan awal Juni, bahkan sekarang ada kecenderungan La Nina,” ujar Endro. Kebalikan dengan El Nino, saat fenomena La Nina, suhu muka laut di barat wilayah khatulistiwa Pasifik mendingin.

Mendinginnya suhu muka laut menimbulkan tekanan udara yang tinggi. Sebaliknya, Indonesia yang berada di timur Pasifik mengalami tekanan udara yang rendah akibat menghangatnya suhu muka laut di sekitarnya. ”Kondisi ini menyebabkan massa udara dari barat Pasifik tengah masuk ke wilayah Indonesia sehingga terjadi konvergensi massa udara yang intensif. Kecenderungan ini telah terjadi sejak masa awal kemarau,” kata Endro.

Wilayah yang akan mengalami cukup hujan adalah Kalimantan Barat, bagian utara Kalimantan Tengah, dan wilayah selatan Kalimantan Timur. Curah hujan yang memadai dialami Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Kecukupan hujan juga akan terjadi di Maluku bagian tengah, seperti Pulau Ambon dan Pulau Seram, Papua bagian tengah, dan Irian Barat bagian selatan.

”Di Jawa masih akan terjadi curah hujan sporadis dengan intensitas tinggi, tetapi berlangsung singkat,” ujarnya. Adapun wilayah di Sumatera yang akan mengalami cuaca yang sama, antara lain, adalah Sumatera bagian utara dan Bangka atau Pekan Baru bagian utara, sedangkan yang mulai kurang hujan adalah Bengkulu dan Lampung.

Endro memprakirakan, musim kemarau hingga Juli masih cenderung basah. ”Untuk mengetahui kondisi musim pada Agustus dan berikutnya, harus dipantau kecenderungan gejala La Nina, menguat atau melemah. Bila menguat, Indonesia akan mengalami musim kemarau basah,” ujarnya.

Manajer Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Fadli Syamsuddin menyatakan hal serupa,

”Saat ini mulai terjadi La Nina. Diprediksi bulan Agustus 2010 terjadi La Nina dengan kategori kuat,” ujarnya pada Senin (7/6) di Jakarta.

Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem Bidang Peringatan Dini Cuaca pada BMKG Kukuh Ribudiyanto mengatakan, anomali tertinggi bisa sampai 2 derajat celsius di Samudra Hindia selatan Nusa Tenggara.

Kualitas Lingkungan Hidup Pulau Jawa Terburuk Kualitas Lingkungan

ndeks kualitas lingkungan hidup Pulau Jawa merupakan yang terburuk di antara pulau-pulau besar lainnya. Sementara, indek kualitas lingkungan hidup terbaik diraih provinsi Sulawesi Utara.

Demikian yang disampaikan Plh Deputi bidang Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Hermin Rosita. "Penilaian ini didasarkan pada kualitas air, udara, dan tutupan lahan," ungkapnya, Selasa (9/6/2010), di Jakarta.

Penilaian yang dilangsungkan dari tahun 2006-2009 ini membagi penilaian ke dalam dua kategori daerah yakni tingkat kepulauan atau pulau besar dan tingkat provinsi. Untuk kualitas lingkungan hidup terbaik menurut kepulauan atau pulau-pulau besar berdasarkan indeks berturut-turut dari yang terbaik hingga terburuk adalah Maluku dan Papua, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

Sementara itu, jika dilihat berdasarkan provinsi, Sulawesi Utara ada di peringkat pertama. Kemudian diikuti Sumatera Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu. Meski Jawa berada di posisi terbawah untuk indeks kualitas lingkungan hidupnya, tetapi pulau ini tetap di posisi teratas dalam jumlah kota metropolitan yang menerima anugerah Adipura.

Mengapa demikian? "Perlu dibedakan penilaian Adipura dengan Indeks Lingkungan Hidup karena Adipura lebih mengutamakan sistem pengelolaan sampah, sementara indeks lingkungan hidup dilihat dari tiga hal tadi," ujar Hermin.

Jawa berhasil delapan anugerah Adipura kategori kota metropolitan dari total sembilan kota yang mendapatkannya. Kota tersebut yakni Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Bekasi, Tangerang, dan Surabaya. Sementara satu kota lainnya di luar pulau Jawa adalah Palembang, Sumatera Selatan.

Orangutan Kutai Terkepung

Sekitar 2.097 orangutan Kalimantan Timur yang hidup di kawasan Taman Nasional Kutai kini terkepung hutan konversi. Kawasan hutan di sekeliling taman nasional itu dikonversi untuk pengembangan hutan tanaman industri, pengusahaan hutan, pertambangan, dan pengembangan perkebunan kelapa sawit.

”Sebagian Taman Nasional (TN) Kutai juga rusak akibat berbagai faktor. Hasil survei terakhir menunjukkan, habitat orangutan (Pongo pygmaeus morio) di hutan yang seharusnya dilindungi mencapai ribuan ekor,” kata ketua tim survei populasi orangutan, Yaya Rayadin, dari Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Selasa (8/6/2010).

Penelitian populasi orangutan di TN Kutai adalah kerja sama Unmul, Bina Kelola Lingkungan (Bikal), Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sangatta, Orangutan Conservation Services Program (OCSP), dan The Nature Conservancy (TNC).

Yaya mengemukakan, survei sarang orangutan berbiaya Rp 100 juta ini pertama kali dilakukan di TN Kutai. Lokasinya adalah zona rimba dan zona inti seluas hampir 120.000 hektar atau sekitar 60 persen dari luas TN Kutai 198.629 hektar. Dua zona itu jantung TN Kutai.

Hutan rusak

Selain terkepung hutan konversi, kata Yaya, habitat orangutan TN Kutai juga terancam karena sejumlah kawasan hutan rusak parah, antara lain akibat kebakaran, perambahan, pembalakan, tambang batu bara, dan permukiman sekitar jalan raya, terutama ruas Bontang-Sanggatta yang dihuni 23.000 jiwa.

Di zona rimba (hutan bekas terbakar), tim menemukan 224 sarang sepanjang jalur 15 kilometer. Tingkat kerapatan 371 sarang dan kepadatan orangutan 0,6 ekor tiap 100 hektar. Dengan luas zona 470 kilometer persegi, diperkirakan populasi 298 orangutan.

Di zona inti (hutan nyaris tidak terjamah), tim menemukan 395 sarang sepanjang sembilan kilometer. Tingkat kerapatan 1.268 sarang dan kepadatan orangutan 2,2 ekor tiap 100 hektar. Dengan luas zona 870 kilometer persegi, didapat perkiraan populasi 1.799 orangutan.

Yaya memaparkan, di setiap hektar hamparan hutan terdapat 214-413 pohon dengan 48-64 jenis. Diameter pohon minimal 10 sentimeter sampai lebih dari 3 meter. Di satu hektar minimal ada 10 jenis pakan orangutan yang juga bisa dikonsumsi manusia, misalnya bendang (kelapa kecil), tete (jahe-jahean), ficus, ulin, dan durian. Ada juga ratusan anakan pohon yang siap ditanam dan kayunya bernilai ekonomi tinggi apabila dibudidayakan, seperti ulin, meranti, dan kapur.

”Kami menyadari, hutan TN Kutai menyimpan kekayaan hayati yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia tanpa harus dirusak,” kata Yaya.

Selama survei, tim juga menemukan sejumlah ancaman terhadap kelestarian TN Kutai, seperti perburuan rusa, pemasangan jerat, pembalakan ilegal, dan pengaplingan lahan untuk dirambah atau dijual. ”Selama survei, kami menyelamatkan satu ekor orangutan yang terjebak jeratan rusa. Jeratan-jeratan rusa ini juga membuat daerah jelajah orangutan makin sempit.”

Kepala Balai TN Kutai Tandya Tjahjana saat dihubungi mengatakan, hasil survei memperkuat kenyataan bahwa kawasan konservasi seluas 198.629 hektar itu amat penting dilestarikan

Rabu, 14 April 2010

UANG

UANG

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.

Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.

Pada awalnya di Indonesia, uang dalam hal ini uang kartal diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.

SEJARAH UANG

Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.

Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem barter’, yaitu barang yang ditukar dengan barang.

Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted), benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.

Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.

Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas.

Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut sebagai alat tukar.

FUNGSI UANG

Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghidarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.

Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.

Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.

SYARAT-SYARAT UANG

Suatu benda dapat dijadikan sebagai “uang” jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau setidaknya dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan lama (durability), kualitasnya cenderung sama (uniformity), jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity). Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).

JENIS UANG

Uang yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.

UANG DALAM EKONOMI

Uang adalah salah satu topik utama dalam pembelajaran ekonomi dan finansial. Monetarisme adalah sebuah teori ekonomi yang kebanyakan membahas tentang permintaan dan penawaran uang. Sebelum tahun 80-an, masalah stabilitas permintaan uang menjadi bahasan utama karya-karya Milton Friedman, Anna Schwartz, David Laidler, dan lainnya.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi, dan bunga yang kemudian akan mempengaruhi output dan ketenagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara berlebihan. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral seringkali diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan.

Krisis moneter dapat menyebabkan efek yang besar terhadap perekonomian, terutama jika krisis tersebut menyebabkan kegagalan moneter dan turunnya nilai mata uang secara berlebihan yang menyebabkan orang lebih memilih barter sebagai cara bertransaksi. Ini pernah terjadi di Rusia, sebagai contoh, pada masa keruntuhan Uni Soviet.

SEJARAH BANK INDONESIA

Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, jalur darat dan jalur laut. Pada masa itu telah terdapat dua kerajaan utama di nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan internasional, yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan tersebut belum ada mata uang baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun masyarakat telah mengenal mata uang dalam bentuk sederhana.
Sementara itu pada abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk Asia dan Nusantara. sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453), penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris, dan Perancis. Kegiatan penjelajahan tersebut telah mendorong munculnya paham merkantilisme di Eropa pada abad ke 16–17.
Selanjutnya pada akhir abad ke-18 revolusi industri telah berlangsung di Eropa. Kegiatan industri berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia dan Amerika. Pesatnya perdagangan di Eropa memicu tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal lembaga perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di Belanda. Kemudian secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank of England (1773), Riskbank (1809), Bank of France (1800) berkembang menjadi bank sentral.
Munculnya Malaka sebagai emporium perdagangan telah menarik perhatian bangsa Portugis yang akhirnya pada 1511 berhasil menguasai Malaka. Mereka terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Di sana Portugis menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui Filipina. Beberapa saat kemudian bangsa Belanda juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, mereka mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan mempermudah aktivitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di Nusantara. Pada akhir abad ke-18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan Herman William Daendels dan Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris.
Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memerintah Hindia Timur. Tetapi pemerintahan Raffles tidak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der Capellen. Pada periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di Hindia Belanda. Hingga nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828.

Perkembangan II.

Gagasan pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia Belanda. Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga bank. Pada saat yang sama kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah mendesak didirikannya lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Meskipun demikian gagasan tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu, atau lazim disebut oktroi.
Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang oktroi dan ketentuan-ketentuan mengenai DJB. Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB). Pada saat yang sama juga diangkat Mr. C. de Haan sebagai Presiden DJB dan C.J. Smulders sebagai sekretaris DJB.
Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret 1838. Pada periode oktroi keenam, DJB melakukan pembaharuan akte pendiriannya di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Sesuai dengan akte baru DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Dengan perubahan akte tersebut, DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Oktroi kedelapan adalah oktroi DJB terakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedelapan berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.

Perkembanngan III..
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah direksi yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya adalah sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden pengganti I, presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II. Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan dewan komisaris. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bagian ekonomi statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.

Perkembangan IV

Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke wilayah Asia Pasifik. Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia menuju Asia Tenggara. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers, berhasil memindahkan semua cadangan emasnya ke Australia dan Afrika Selatan. Pemindahan tersebut dilakukan lewat pelabuhan Cilacap. Setelah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942, tentara Jepang memaksa penyerahan seluruh aset bank kepada mereka. Selanjutnya, pada bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan kemudian, pimpinan tentara Jepang untuk Pulau Jawa, yang berada di Jakarta, mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda, Inggris, dan beberapa bank Cina. Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh komando militer Jepang di Singapura untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di Kalimantan dan Great East diberikan kepada Navy Ministry di Tokyo.
Fungsi dan tugas bank-bank yang dilikuidasi tersebut, kemudian diambil alih oleh bank-bank Jepang, seperti Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, dan Mitsui Bank, yang pernah ada sebelumnya dan ditutup oleh Belanda ketika mulai pecah perang. Sebagai bank sirkulasi di Pulau Jawa, dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang melanjutkan tugas tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yang dicetak di Jepang dalam tujuh denominasi, mulai dari satu hingga sepuluh gulden. Sampai pertengahan bulan Agustus 1945, telah diedarkan invansion money senilai 2,4 milyar gulden di Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, serta dalam nilai yang lebih kecil di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak tanggal 15 Agustus 1945, juga masuk dalam peredaran senilai 2 milyar gulden, yang sebagian berasal dari uang yang ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera serta sebagian lagi dicuri dari De Javasche Bank Surabaya dan beberapa tempat lainnya. Hingga bulan Maret 1946, jumlah uang yang beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar delapan milyar gulden. Hal tersebut menimbulkan hancurnya nilai mata uang dan memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda.

Perkembangan V.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945 telah disusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan ekonomi-moneter. Sementara itu dengan membonceng tentara Sekutu, Belanda kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya. Maka dalam wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan yaitu: pemerintahan Republik Indonesia dan pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Selanjutnya NICA membuka akses kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta dan menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh NICA. Pembukaan cabang-cabang DJB terus berlanjut seiring dengan dua agresi militer yang dilancarkan Belanda kepada Indonesia. Sementara itu di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia, dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yang kemudian melebur dalam Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946. Namun demikian situasi perang kemerdekaan dan terbatasnya pengakuan dunia sangat menghambat peran BNI sebagai bank sirkulasi. Namun demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah dapat menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai uang pertama Republik Indonesia. Periode ini ditutup dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 yang memutuskan DJB sebagai bank sirkulasi untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Bank Negara Indonesia sebagai bank pembangunan.

Perkembangan VI.

Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB). Pemerintahan RIS tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bank sirkulasi. Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
Sebelum berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran berada di tangan pemerintah. Dengan menanggung beban berat perekonomian negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan pada peningkatan posisi cadangan devisa dan menahan laju inflasi. Sementara itu, pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat sistem perbankan Indonesia melalui pendirian bank-bank baru. Sebagai bank sirkulasi, DJB turut berperan aktif dalam mengembangkan sistem perbankan nasional terutama dalam penyediaan dana kegiatan perbankan. Banyaknya jenis mata uang yang beredar memaksa pemerintah melakukan penyeragaman mata uang. Maka, meski hanya untuk waktu yang singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yang menggantikan Oeang Republik Indonesia dan berbagai jenis uang lainnya. Akhirnya, setelah sekian lama berlaku sebagai acuan hukum pengedaran uang di Indonesia, Indische Muntwet 1912 diganti dengan aturan baru yang dikenal dengan Undang-undang Mata Uang 1951.

Minggu, 21 Maret 2010

KLIRING

AKUNTANSI KLIRING

  • PENGERTIAN KLIRING
  • PESERTA KLIRING
  • WARKAT / NOTA KLIRING
  • WARKAT / NOTA YANG BUKAN KLIRING
  • JENIS – JENIS KLIRING
  • MEKANISME KLIRING
  • PROSEDUR AKUNTANSI KLIRING

Pengertian Kliring:

  • Kliring adalah suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar penyelesaiannya dapat terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
  • Lalu lintas pembayaran giral adalah, suatu proses kegiatan bayar membayar dengan waktat atau nota kliring, yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan diantara bank-bank, baik atas beban maupun untuk keuntungan nasabah ybs.
  • Giral adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.

Peserta kliring dapat dibedakan menjadi dua macam :

  • Peserta langsung, yaitu : bank-bank yang sudah tercatat sebagai peserta kliring dan dapat memperhitungkan warkat atau notanya secara langsung dengan B I atau melalui PT Trans Warkat sebagai perantara dengan B I.

Contoh : Bank Retail, Bank Devisa

  • Peserta tidak langsung, yaitu : bank-bank yang belum terdaftar sebagai peserta kliring akan tetapi mengikuti kegiatan kliring melaui bank yang telah terdaftar sebagai peserta kliring.

Contoh : BPR

Warkat / Nota kliring

  • Adalah alat atau sarana yang digunakan dalam lalu lintas pembayaran giral, yaitu surat berharga atau surat dagang seperti :
    • cek,
    • bilyet giro,
    • wesel bank untuk trasfer atau wesel unjuk,
    • bukti-bukti penerimaan transfer dari bank-bank,
    • nota kredit, dan
    • surat-surat lainnya yang disetujui oleh penyelenggara ( B I )
  • Syarat-syarat warkat yang dapat dikliringkan :
    • Ber valuta Rupiah
    • Bernilai nominal penuh
    • Telah jatuh tempo pada saat dikliringkan dan
    • Telah dibubuhi cap kliring
  • Jenis – jenis warkat kliring :
    • Warkat debet keluar, yaitu : warkat bank lain yang disetorkan oleh nasabah sendiri untuk keuntungan rekening nasabah yang bersangkutan.

Contoh :

Ndari nasabah bank Permata Semarang menerima pembayaran dari Sigit nasasbah bank Niaga Semarang berupa cek. Cek tersebut disetorkan oleh Ndari ke bank Permata, maka cek tersebut dapat dikatakan sebagai warkat debet keluar.

    • Warkat debet masuk, yaitu : warkat yang diterima oleh suatu bank dari bank lain melalui B I atas warkat atau cek bank sendiri yang ditarik oleh nasabah sendiri dan atas beban nasabah yang bersangkutan.

Contoh :

Bila bank Permata Semarang menerima cek dari bank Niaga Semarang atas cek yang telah ditarik Andi nasabah sendiri, maka cek tersebut merupakan warkat debet masuk bagi bank Permata.

  • Warkat kredit keluar, yaitu :

warkat dari nasabah sendiri untuk disetorkan kepada nasabah bank lain pada bank lain.

Bank yang menyerahkan warkat tersebut akan mengkreditkan rekening giro BI dan mendebet giro nasabah.

  • Warkat kredit masuk, yaitu :

warkat yang diterima oleh suatu bank untuk keuntungan rekening nasabah bank tersebut.

Bank yang menerima warkat tersebut akan mendebit rekening giro B I dan mengkredit giro nasabah.

Warkat yang bukan kliring

  • Warkat-warkat yang belum memenuhi syarat-syarat warkat kliring.
  • Penyetor warkat kepada penyelenggara untuk keperluan penyelesaian saldo negatif atau saldo debet.
  • Penyetoran warkat kepada penyelenggara untuk pelaksanaan transfer dalam rangka pelimpahan likuidasi dari suatu peserta kepada kantor-kantor cabangnya yang lain.
  • Penyetoran-penyetoran lain yang ditetapkan B I berdasarkan kebutuhan.

Jenis-Jenis Kliring

  • Kliring umum, adalah : sarana perhitungan warkat-warkat antar bank yang pelaksanaannya diatur oleh B I.
  • Kliring lokal, adalah : sarana perhitungan warkat-warkat antar bank yang berada dalam suatu wilayah kliring (wilayah yang ditentukan).
  • Kliring antar cabang, adalah : sarana perhitungan warkat antar kantor cabang suatu bank peserta yang biasanya berada dalam satu wilayah kota. KLiring ini dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh perhitungan dari sauatu kantor cabang untuk kantor cabang lainnya ya

    PERTEMUAN KLIRING

    Kliring yang dilaksanakan tidak melalui Automated Clearing House, pertemuan kliring biasanya dilakukan sebanyak dua kali.

    Pertama kali bertemu, bank-bank yang terlibat dalam transaksi kliring akan saling menyerahkan warkat.

    Pada pertemuan kedua, bank peserta kliring akan saling mengembalikan warkat apabila terjadi penolakan.

    Waktu pertemuan kliring biasanya diatur sebagai berikut :

    Senin sampai dengan Jumat:

    Kliring I : Pukul 10.30 – 14.30

    Kliring II : Pukul 13.00 – 14.00

    Sabtu :

    Kliring I : Pukul 10.00 – 11.00

    Kliring II : Pukul 12.00 – 13.00

    Pembukuan Transaksi Kliring :

    Kasus : Kembali ke ilustrasi kliring.

    Pada saat bank ABC menerima warkat giro dari bank Omega

    Kedua bank akan mencatat transaksi kliring tersebut sbb.

    Pembukuan transaksi kliring ini dapat ditampung pada rekening sementara “Kliring” atau langsung ke rekening giro pada B I.

    Pada bank ABC – cabang Jakarta

    Pada saat terima warkat dari Tn. Sigit untuk disetorkan ke (menambah) rekening giro Ny. Dita.

    D : Kliring Rp. 30.000.000,-

    K : Giro – Rek. Ny. Dita Rp. 30.000.000,-

    Setelah diketahui hasilnya baik, biasanya pada waktu kliring kedua akan dinihilkan rekening Kliring.

    D : B I – Giro Rp. 30.000.000,-

    K : Kliring Rp. 30.000.000,-

    Pada bank Omega – cabang Jakarta

    Pada saat menerima warkat nasabahnya sendiri (warkat Tn. Sigit) akan membebankan rekening Tn. Sigit dengan jurnal sbb :

    D : Giro – Rek. Tn. Sigit Rp. 30.000.000,-

    K : B I – Giro Rp. 30.000.000,-

    Bang Omega dapat langsung mengkredit rekening giro pada BI arena cek tersebut adalah cek dari nasabahnya sendiri.

    Apabila Tyas seorang nasabah bank Omega – cabang Jakarta menyerahkan sebuah warkat Giro senilai Rp. 50.000.000,- kepada bank untuk diserahakan kepada Grace, salah seorang nasabah bank Lippo cabang Jakarta, oleh kedua bank akan dibukukan sebagai berikut :

    Pada bank Omega cabang Jakarta

    Pada saat menerima amanat dan warkat dari Tyas, akan dibukukan sebagai berikut :

    D : Giro - Rek. Tyas Rp. 50.000.000,-

    K : B I – Giro Rp. 50.000.000,-

    Pada bank Lippo cabang Jakarta

    Pada saat menerima warkat setoran untuk menambah rekening Grace, dibukukan sbb. :

    D : B I – Giro Rp. 50.000.000,-

    K : Giro - Rek. Grace Rp. 50.000.000,-

    NERACA KLIRING

    Pada akhir hari kliring, akan dibuatkan neraca kliring sebagai laporan akhir transaksi kliring.

    Apabila dalam pembukuan transaksi kliring, bank Omega selalu mempergunakan rekening sementara kliring dan pendebetan atau pengkreditan rekening giro pada B I dilaksanakan pada akhir hari kliring, untuk mengetahui apakah bank menang atau kalah klring, maka kekalahan kliring diatas akan dibukukan sebagai berikut :

    D : Kliring Rp. 80.000.000,-

    K : B I – Giro Rp. 80.000.000,-

    Dilihat dari sudut B I , tidak akan terdapat selisih pendebetan maupun pengkreditan rekening giro masing-masing bank peserta kliring.

    Jml. Kredit………………Rp. 80 jt

    Jml. Debet..…………….Rp. 80 jt

    Bank ABC………………Rp. 30 jt

    Bank Lippo……………..Rp. 50 jt

    Bank Omega……………Rp. 80 jt

    Nama Bank yg menang kliring

    Nama Bank yg kalah klring

    NERACA KLIRING Tgl…………
    Selanjutnya untuk mencatat transaksi hasil kliring diatas, oleh B I akan dibukukan sbb. :

    D : Giro – Bank Omega Rp. 80.000.000,-

    K : Giro – Bank ABC Rp. 30.000.000,-

    K : Giro – Bank Lippo Rp. 50.000.000,-

    Melalui kalah atau menang kliring ini, oleh B I akan dipantau saldo minimum dari Reserve Reqiurement.

    Bila suatu bank reserve requirement-nya lebih rendah dari pada apa yang seharusnya dipelihara, maka kepada bank yang tidak memenuhi persyaratan tersebut akan dikenakan denda oleh B I.

    Yang dimaksud dengan kliring otomatis adalah :

    Terjadinya pertukaran data secara elektronik melalui pemrosesan dengan mesin dalam bentuk standar yang telah diformat terlebih dahulu.

    Selain itu, pemrosesan elektronik juga melibatkan pengiriman media penyimpanan data komputer. Media ini merupakan media utama untuk transaksi kliring dengan otomatis, atau lazim dikenal dengan Automatic Clearing House (ACH).

    Dalam pemrosesan data secara elektronik ini, mesin akan membaca Magnetic Ink Character Recognition, atau MICR pada setiap lembar cek nasabah.

    Transaksi kliring otomatis dapat dipecah menjadi dua jenis :

  • Transaksi local (intraregional), bank penarik mempersiapkan seluruh warkat untuk dikirim ke bank tertarik. Disini bank penarik akan memeriksa kelengkapan data, memeriksa kebenaran cek, membedakan apabila transaksi tersebut berasal dari bank sendiri, kemudian menyampaikan data tersebut kepada lembaga kliring.
Transaksi antar daerah (interregional), bank penarik akan menyampaikan transaksinya kepada pusat pengolahan data di lembaga kliring lokal. Transaksi-transaksi disortir oleh bank penarik dalam lokasi yang bersangkutan. Volume data yang besar ini akan digabung menjadi suatu ringkasan arsip untuk setiap lokasi, kemudian arsip ini dipindahkan ke tiap lokasi lainnya untuk diproses lebih lanjut.
  • ng bersangkutan pada kantor induk yang bersangkutan.

Jumat, 15 Januari 2010

perilaku konsumen terhadap pakaian lebaran

Pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi manusia karena mempunyai fungsi yang tidak kalah penting dibanding makanan. Fungsi dari pakaian itu sendiri antara lain sebagai penutup aurat, pelindung tubuh dari cuaca, mempercantik diri, dan lain-lain. Seiring dengan perubahan zaman maka hal itu berpengaruh terhadap model pakaian, dari zaman ke zaman selalu saja berubah-ubah. Bahkan mungkin saja setiap bulan model pakaian yang ada di pasaran selau berganti-ganti model, hal ini bertujuan agar konsumen tidak bosan dengan barang yang ada karena produsen selalu menawarkan produk-produk yang baru. Sehingga secara tidak langsung konsumen menjadi tertarik untuk membeli barang baru dengan adanya pergantian medel terebut.

Pakaian selalu berkaitan dengan lebaran. Menjelang lebaran biasanya harga pakaian di pasaran akan meningkat sehingga produsen akan berlomba-lomba mencari keuntungan karena momen seperti ini hanya datang satu tahun sekali. Harga pakaian selalu meningkat saat lebaran dikarenakan permintaan pasar yanf tinggi, sebagian besar dari kita beranggapan bahwa lebaran sama dengan baju baru. Maksudnya pada saat lebaran harus menggunakan baju baru karena lebaran merupakan momen yang sangat spesial bagi umat muslim. Karena hal inilah yang menyebabkan harga pakaian itu sendiri selalu saja meningkat pada saat menjelang lebaran.

Saya sendiri selaku penulis mempunyai anggapan yang berbeda. Lebaran tidak berarti harus memakai baju baru, cukup memakai pakaian yang ada selama pakaian itu masih layak pakai. Membeli pakaian tidak harus menjelang lebaran karena masih ada hari lain sehingga kita bisa mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan pada saat menjelang lebaran.

Lalu bagaimana dengan Anda???

PERILAKU KONSUMEN RUMAH TANGGA DALAM MENGKONSUMSI SARDEN KALENG DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ABSTRAK
Ritme kehidupan masyarakat yang menuntut segala sesuatu serba cepat, mendorong setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dengan memperhatikan efisiensi waktu. Sarden kaleng sebagai salah satu makanan siap saji dapat dijadikan makanan alternatif pemenuh kebutuhan protein hewani masyarakat. Merek sarden kaleng yang bervariasi dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan akan menyebabkan konsumen mempunyai banyak pertimbangan dalam membeli sarden kaleng.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atribut yang disukai konsumen rumah tangga dalam mengkonsumsi sarden kaleng di Kota Bandar Lampung, mengetahui pola konsumsi sarden kaleng oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sarden kaleng oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2006 di Chandra Supermarket, Matahari Supermarket, Pasar Smep dan Pasar Tugu yang dipilih secara purposive. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode survei. Pengambilan sampel dilakukan metode judgement sampling terhadap 60 orang responden. Data yang telah dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis menggunakan metode analisis Konjoin, analisis fungsi Cobb-Douglas dan dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi stimuli atribut yang cukup disukai responden adalah sarden kaleng dengan harga murah, rasa saus tomat dan cabe, aroma amis tidak tajam, bentuk ikan utuh, kemasan 425 gram dan bentuk kemasan tabung. Sebanyak 53,33 persen responden membeli sarden kaleng antara 155-620 gram per bulan. Merek yang paling banyak dikonsumsi oleh responden adalah Gaga yaitu sebesar 36,36 persen responden. Sebagian besar responden yaitu sebesar 86,66 persen, membeli sarden kaleng sebanyak 1-4 kali per bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sarden kaleng oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung adalah harga sarden kaleng (Hs), harga mi instan (Hm), pendapatan keluarga (Pk), tingkat pendidikan istri (Tp), dan alokasi pengeluaran pangan